BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu aspek yang sangat penting dalam dunia peternakan adalah
pemuliabiakan dan lingkungan, hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan suatu protein hewani, salah satunya yaitu melalui
produk peternakan, yang di mana suatu produk peternakan harus memiliki kualitas
yang baik dan tinggi, dan itu semua hanya dapat diperoleh dari hewan ternak
yang berkualitas tinggi pula (Anonim, 2011).
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendapatkan ternak yang bermutu. Salah satunya yaitu dengan menurunkan ataupun mewariskan sifat yang baik dari suatu induk ternak adalah hal yang berkelanjutan. Dalam populasi ternak yang besar, tidak menutup kemungkinan akan mengalami kesulitan. Maka dari itu, untuk memudahkan dapat dilakukan perkawinan secara acak atau dapat disebut juga random, akan tetapi sebelum dilakukan kawin acak (random) suatu ternak yang akan dikawinkan atau induknya harus memiliki kualitas yang baik dan memiliki produktifitas yang tinggi, karena hal inilah yang akan diturunkan induk terhadap keturunannya, apabila tetua dari ternak tersebut memiliki kualitas yang baik maka itu akan diturunkan terhadap anak atau keturunanya, dan untuk dapat mengetahui kemampuan suatu induk atau tetua yang memiliki kualitas dan produktifitas yang baik, maka harus ada suatu ilmu yang mempelajarinya yaitu salah satunya adalah heritabilitas yang merupakan suatu tolak ukur yang digunakan dalam suatu seleksi untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat kepada keturunanya (Anonim, 2011).
Heritabilitas menjadi suatu tolok ukur dalam yang digunakan untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat kepada keturunannya, oleh karena itu dibutuhkan suatu praktikum untuk membuktikan hal tersebut.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendapatkan ternak yang bermutu. Salah satunya yaitu dengan menurunkan ataupun mewariskan sifat yang baik dari suatu induk ternak adalah hal yang berkelanjutan. Dalam populasi ternak yang besar, tidak menutup kemungkinan akan mengalami kesulitan. Maka dari itu, untuk memudahkan dapat dilakukan perkawinan secara acak atau dapat disebut juga random, akan tetapi sebelum dilakukan kawin acak (random) suatu ternak yang akan dikawinkan atau induknya harus memiliki kualitas yang baik dan memiliki produktifitas yang tinggi, karena hal inilah yang akan diturunkan induk terhadap keturunannya, apabila tetua dari ternak tersebut memiliki kualitas yang baik maka itu akan diturunkan terhadap anak atau keturunanya, dan untuk dapat mengetahui kemampuan suatu induk atau tetua yang memiliki kualitas dan produktifitas yang baik, maka harus ada suatu ilmu yang mempelajarinya yaitu salah satunya adalah heritabilitas yang merupakan suatu tolak ukur yang digunakan dalam suatu seleksi untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat kepada keturunanya (Anonim, 2011).
Heritabilitas menjadi suatu tolok ukur dalam yang digunakan untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat kepada keturunannya, oleh karena itu dibutuhkan suatu praktikum untuk membuktikan hal tersebut.
B.
Tujuan
dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat dari praktikum ini, yaitu :
Adapun tujuan dan manfaat dari praktikum ini, yaitu :
1. Untuk
menghitung heritabilitas dan kolerasi genetik pada telur.
2. Untuk
mengetahui jenis, warna, bentuk dan berat telur.
3. Untuk mengetahui hubungan antara ukuran kuantitatif dengan heritabilitas dan kolerasi genetik telur.
3. Untuk mengetahui hubungan antara ukuran kuantitatif dengan heritabilitas dan kolerasi genetik telur.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Heritabilitas
atau daya waris adalah warisan bagi pengaruh keragaman genetik terhadap
keragaman genetika terhadap keragaman fenotipik dalam suatu populasi biologis.
Besaran ini tidak berdimensi dan dinyatakan sebagai nisbah (rasio) dari dua
varian (ragam). Dalam praktik genetika terapan dikenal dua macam heritabilitas
: heritabilitas arti luas, berupa nisbah varian genotipik terhadap varian
fenotipik, dan heritabiltas arti sempit, berupa nisbah varian genetik aditif
terhadap varian fenotipik (Anonim, 2011).
Heritabilitas adalah
angka keturunan yaitu seberapa besar tetua dapat menurunkan gennya kepada
keturunannya yang mempunyai kesamaan sifat. Menurut Warwick heritabilitas
adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman total
(yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh
genetik. Terhadap dua pengertian heritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti
sempit, akan tetapi yang digunakan secara umum adalah hertabilitas dalam arti
sempit (Anonim, 2012).
Menurut Anonim (2012),
ada beberapa cara utama dalam prinsip dasar dalam menduga nilai heritabilitas:
1. Estimasi nilai heritabilitas dapat
dianalisis dari ragam suatu populasi yang isogen (ragam yang sama),
dibandingkan dengan ragam populasi umum.
2. Melalui seleksi dalam populasi bila
dilakukan suatu seleksi maka frekuensi gennya akan berubah dan perubahan
frekuensi gen inilah yang diduga sebagai kemampuan genetik yang diperoleh dari
tetuanya.
3. Melalui perhitungan kolerasi dan regresi
dari induk atau orang tua dengan anaknnya. Cara ini merupakan cara yang paling
akurat, karena dianalisis berdasarkan kekerabatannya secara genetik.
Heritabilitas merupakan suatu tolok ukur yang digunakan
dalam suatu seleksi, yaitu untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan
kesamaan sifat kepada keturunnya. Menurut Warwick dkk (1983) heritabilitas
adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan bagian dari keragaman total
(yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh
genetik. Secara statistik merupakan reaksi observased fenotipik varian, yang
disebabkan perbedaan hereditas diantara gendan kombinasi gen genotip
individu-individu sebagai suatu unit.
Ada dua pengertian heritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara umum adalah heritabilitas dalam arti sempit (Anonim, 2012).
Ada dua pengertian heritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara umum adalah heritabilitas dalam arti sempit (Anonim, 2012).
Heritabilitas mengukur keragaman total pada fenotipik yang
disebabkan oleh keragaman aditif. h2 mengukur kepentingan relatif
antara pengaruh genetik dan lingkungan untuk suatu sifat pada suatu populasi. h2
sebagai ukuran yang menunjukkan tingkat kesamaan penampilan antara anak-anak
dengan tetuanya. Suatu sifat dikatakan mempunyai nilai heritabilitas tinggi
bila ternak-ternak dalam suatu populasi mempunyai penampilan yang baik untuk
sifat tersebut cendrung menghasilkan keturunan dengan penampilan yang baik
pula, dan ternak-ternak dengan penampilan buruk atau rendah cenderung
menghasilkan keturunan dengan penampilan yang rendah pula (Kurnianto, 2009).
Secara sederhana heritabilitas
berhubungan dengan proporsi keragaman fenotipik yang dikontrol oleh gen.
proporsi ini dapat diwariskan pada generasi selanjutnya (Noor, 1995).
Heritabilitas (h2)
dalam arti luas ini menjadi rasio antara keragaman genetik dengan keragaman
fenotipik. Heritabilitas dalam arti luas ini melibatkan pengaruh gen yang
aditif dan yang non-aditif .
h2 =
Para ahli genetika
menyatakan proporsi perbedaan dalam ciri individual, yang ditentukan oleh faktor-faktor
yang diwariskan , sebagai faktor heritabilitas. Untuk mengukur hertabilitas,
hanya ada pendekatan matematis saja, dan hal ini ada di luar lingkup
pembahasan. Hanya sedikit ahli genetika percaya bahwa kita mempunyai cukup cara
untuk membedakan heritabilitas
intelegensi dan periku pada manusia (Pai, 1985).
Ragam genetik dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya introduksi bangsa ternak yang baru
ke dalam kelompok ternak asli dapat meningkatkan ragam genetik, bila terjadi
perkawinan di antara kedua bangsa ternak tersebut. Selain itu, efek seleksi
dalam satu kelompok ternak pada sejumlah generasi dapat menurunkan ragam
genetik. Penggunaan metode inbreeding dalam sistem perkawinan dapat menurunkan
ragam genetik (Rusfidra, 2012).
Kolerasi genetik adalah
kolerasi dari pengaruh genetik aditif atau nilai pemuliaan antara kedua sifat
itu. Kolerasi
dapat dikatakan jika gen-gen yang mempengaruhi sifat pertama juga mempengaruhi
sifat kedua. Kolerasi lingkungan termasuk pengaruh lingkungan dan pengaruh
genetik yang bukan aditif. sifat-sifat kolerasi genetik biasanya digunakan
untuk memperkirakan besarnya perubahan-perubahan dalam generasi berikutnya
apabila digunakan sebagai kriteria seleksi. Kolerasi dibedakan menjadi kolerasi
genetik, kolerasi fenotip dan dan kolerasi lingkungan. Kolerasi genetik terjadi
apabila gen yang sama mempengaruhi ekspresi dari dua sifat atau lebih
(Fitriansyah, 2012).
Unggas merupakan hewan ternak yang biasa dipelihara oleh manusia
untuk dimanfaatkan daging dan telurnya. Telur pada unggas merupakan sumber
protein yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Telur unggas dihasilkan oleh
unggas betina yang telah mengalami dewasa kelamin (Anonim, 2010).
Telur merupakan bahan pangan yang berkualitas tinggi dan merupakan sumber pakan embrio ternak.Telur suatu bangsa burung dapat diidentifikasi dari karakteristik luarnya, yaitu bentuk telur, ukuran telur dan warna telur yang bervariasi diantara semua burung, baik liar maupun piaraan (Hintono, 1995).
Telur merupakan bahan pangan yang berkualitas tinggi dan merupakan sumber pakan embrio ternak.Telur suatu bangsa burung dapat diidentifikasi dari karakteristik luarnya, yaitu bentuk telur, ukuran telur dan warna telur yang bervariasi diantara semua burung, baik liar maupun piaraan (Hintono, 1995).
Menurut Yuwanta (2004), ada dua jenis telur, yaitu :
1. Telur bertunas yaitu telur yang dihasilkan oleh induk yang
tidak ada pejantannya.
2. Telur yang tidak bertunas yaitu telur yang dihasilkan oleh
induk yang tidak ada
Pejantannya.
Telur ayam terdiri dari sebuah
sel reproduktif seperti pada mamalia. Pada ayam, sel telur tersebut dikelilingi
oleh kuning telur (yolk), albumen, membran kerabang, kerabang dan kutikula (Suprijatna, 2005).
Bangsa
ayam Mediterani seperti leghorn dan bangsa tertentu lainnya bertelur warna
putih. Bangsa ayam Amerika dan beberapa bangsa lainnya telurnya berwarna coklat
(Tim Dosen, 2012).
Telur
ayam ras kulitnya ada yang berwarna coklat dan ada yang berwarna putih. Variasi
warna telur dipengaruhi oleh genetik dari induknya masing-masing. Warna telur
adalah warna kerabang telur tersebut. Pigmen yang dihasilkan di uterus pada
saat kerabang diproduksi bertanggung jawab pada warna (Suprijatna, 2005).
Bentuk telur normal yakni
lonjong tumpul bagian atas dan runcing pada bagian bawah. Perbandingan panjang dan lebar
yang normal 8 : 6 atau panjang 5,7 cm dn lebar 4,2 cm. Telur abnormal akan
berbeda dari ketentuan ini (Dwiyanto, 2007).
Telur ayam normal mempunyai
berat antara 40-80 gram per butir. bahwa berat telur ayam sesuai dengan
ayamnya. Telur tidak boleh terlalu berat ataupun terlalu kecil (daya
penetasannya amat rendah). Beratnya tidak boleh kurang dari 42 gram dan tidak
boleh lebih dari 70-80 gram. Keseimbangan berat telur dan berat badan anak ayam
adalah tetap adanya (Sudaryani,1996).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan tempat
Adapun
waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini, adalah sebagai berikut:
Hari/tanggal : Kamis, 28 Juni 2012
Pukul
: 10.00 WITA - Selesai
Tempat : Laboratorium Ilmu Peternakan, Fakultas
Sains Dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
Alauddin Makassar.
B.
Alat
dan bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
a. Timbangan
analitik
b. Benang
c. Alat
tulis menulis
d. Alat
ukur
2. Bahan
Adapun
bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
a. Telur ayam 14 butir
b. Tissue
c. Sunlight
C.
Prosedur
kerja
Adapun prosedur kerja yang digunakan dalam praktikum ini, adalah sebagai berikut :
1. Melakukan
pengamatan terhadap telur.
2. Melakukan
pengukuran panjang dan lebar telur.
3. Melakukan
penimbangan dan pencatatan warna kulit telur.
4. Memberi
nomor pada telur yang diamati, kemudian memasukkan data hasil pengukuran
panjang dan lebar serta berat dan pencatatan warna pada table yang telah
disediakan.
5. Menghitung
rata-rata, simpangan baku, dan melakukan perhitungan pendugaan nilai
hertabiltas dan kolerasi.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Berdasarkan praktikum
yang dilaksanakan maka kami “KELOMPOK IV (EMPAT) memperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel
1. Data penimbangan berat dan pengukuran lingkar telur
No
|
Berat (g)
|
Lingkar (cm)
|
1d
|
56.61
|
13.9
|
2d
|
59.58
|
13.5
|
3d
|
61.73
|
14.13
|
4d
|
66.12
|
14
|
5d
|
60.45
|
13.5
|
1a
|
55.41
|
13.4
|
2a
|
40.15
|
14.5
|
3a
|
51.74
|
13
|
1b
|
40.34
|
12.6
|
2b
|
46.52
|
12.9
|
3b
|
46.45
|
12.7
|
1c
|
64.15
|
13.9
|
2c
|
60.57
|
13
|
3c
|
59.92
|
13.8
|
Tabel 2. Data penimbangan berat
telur
Induk (x)
|
Anak (y)
|
56.61
|
51.74
|
59.58
|
40.34
|
61.73
|
46.52
|
66.12
|
46.45
|
60.45
|
64.15
|
55.41
|
60.57
|
40.15
|
59.92
|
x = 57.15
|
y = 52.81
|
Tabel
3. Data pengukuran lingkar telur
Induk (x)
|
Anak (y)
|
13.9
|
13
|
13.5
|
12.6
|
14.13
|
12.9
|
14
|
12.7
|
13.5
|
13.9
|
13.14
|
13
|
14.5
|
13.8
|
x = 13.84
|
y = 13.12
|
Tabel
4. Data perhitungan nilai heritabilitas
untuk penimbangan berat telur
X
|
y
|
x1-x
|
y1-y
|
(x1-x) (y1-y)
|
(x-x)2
|
56.61
|
51.74
|
-0.54
|
-1.07
|
0.58
|
0.29
|
59.58
|
40.34
|
2.45
|
-12.47
|
-30.56
|
6.00
|
61.73
|
46.52
|
4.58
|
-6.29
|
-28.81
|
20.97
|
66.12
|
46.45
|
8.97
|
-6.38
|
-57.23
|
80.46
|
60.45
|
64.15
|
3.3
|
11.34
|
-37.43
|
10.89
|
55.41
|
60.57
|
-1.74
|
7.76
|
-13.51
|
3.02
|
40.15
|
59.92
|
-17
|
7.11
|
-120.57
|
2.89
|
X = 57.15
|
Y = 52.81
|
-30.42
|
68.43
|
Table 5. Data perhitungan nilai hertabilitas untuk
pengukuran berat telur
X
|
Y
|
x1-x
|
y1-y
|
(x1-x)
(y1-y)
|
(x-x)2
|
13.9
|
13.0
|
0.06
|
-0.12
|
-0.01
|
0.02
|
13.5
|
12.6
|
-0.34
|
-0.52
|
0.18
|
0.11
|
14.13
|
12.9
|
0.29
|
-0.22
|
-0.07
|
0.08
|
14
|
12.7
|
0.16
|
-0.42
|
-0.07
|
0.02
|
13.5
|
13.9
|
-0.34
|
0.78
|
-0.27
|
0.11
|
13.4
|
13
|
-0.44
|
-0.12
|
0.06
|
0.19
|
14.5
|
13.8
|
0.66
|
0.68
|
0.45
|
0.43
|
X = 13.84
|
Y = 13.12
|
-30.42
|
0.14
|
B.
Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum
yang dilakukan dapat diketahui bahwa jenis telur yang digunakan dalam praktikum
adalah telur ayam. Telur ayam yang digunakan adalah telur ayam yang tidak bertunas.
Komponen telur terdiri atas cangkang, putih telur dan membran telur, hal ini sesuai dengan pendapat
Yuwanta (2004), bahwa jenis telur ada dua yaitu telur bertunas yaitu telur yang dihasilkan oleh induk yang tidak ada
pejantannya dan telur yang tidak bertunas yaitu telur yang dihasilkan oleh
induk yang tidak ada pejantannya. Ditambahkan oleh Agromedia Pustaka (2001),
bahwa komponen penyusun telur adalah cangkang atau kulit telur, membran, putih telur,
membran kuning telur yang membungkus telur dan kuning telur terdiri dari bagian
kental dan encer.
Berdasarkan hasil pengamatan
dari 14 butir telur ayam didapatkan tiga warna telur ayam yang berbeda yaitu
coklat, coklat muda, dan coklat tua. Hasil perhitungan persentase warna telur
diketahui warna yang paling dominan yaitu warna coklat muda dengan persentase
40%. Persentase telur warna coklat 38% dan telur warna coklat tua dengan persentase
paling kecil sebesar 22%, hal tersebut menunjukkan variasi warna telur
dipengaruhi oleh genetik dari induknya masing-masing, hal ini sesuai dengan
pendapat Suprijatna, et.
al. (2005) bahwa kerabang telur
sebagian besar berwarna putih atau beragam kecoklatan. Beberapa ayam
menghasilkan telur dengan warna kerabang coklat gelap, sedangkan yang lainnya
bervariasi keputihan. Pigmen coklat pada kerabang telur adalah porhpyrin, secara yang secara merata
disebarkan ke seluruh kerabang telur ayam ras. Pendapat Sudaryani (1996),
menambahkan bahwa telur ayam ras, kulitnya ada yang berwarna coklat dan ada
yang berwarna putih.
Berdasarkan hasil perhitungan
didapatkan nilai heritabilitas sebesar 0,76 untuk berat telur sedangkan nilai heritabilitas untuk pengukuran
lingkar telur diperoleh 0,42. Dari hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa telur tersebut memiliki nilai heritabilitas yang
tinggi dan masih dalam keadaan normal, hal ini sesuai dengan pendapat Kurnianto
(2009) yang mengatakan bahwa nilai heritabilitas berselang antara 0-1, nilai hertabilitas mendekati satu
menunjukkan bahwa suatu sifat memberikan respon yang lebih baik terhadap perlakuan
seleksi, hal ini dipertegas dengan pendapat Noor (1996) yang mengatakan bahwa
nilai hertabilitas dapat digolongan menjadi 3 golongan, yaitu nilai
heritabilitas suatu sifat dikatakan rendah jika berada antara 0-0,02. Sedang
antara 0,2-0,4. Tinggi untuk nilai lebih dari 0,4 sifat yang memiliki heritabilitas tinggi adalah
yang berhubungan dengan fertilitas misalnya daya tetas telur
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan maka kami dapat menarik suatu
kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa
nilai heritabilitas dan kolerasi genetik pada telur adalah pada berat
telur ayam 0,76 sedangkan pada
indeks atau lingkar yaitu 0,42.
2. Bahwa
jenis telur yang digunakan adalah telur ayam yang memiliki berat dan bentuk
yang normal. Telur ayam yang digunakan dalam praktikum ini memiliki persentase
warna yang terbesar adalah telur dengan warna coklat muda.
B. Saran
Sebaiknya
dalam pengukuran dan penimbangan telur dilakukan secara teliti dan hati-hati
agar tidak terjadi kesalah dalam melakukan pengambilan data.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2011. Laporan
praktikum Heritabilitas. http://adifirman.wordpress.com/analisisheritabilitaspolaregresi.
(Diakses Pada 21 Juni 2012).
(Diakses
Pada 21 Juni 2012).
Anonim,
2012. Heritabilitas. http://id.wikipedia.org/wiki/Heritabilitas. (Diakses Pada
21 Juni 2012).
Pada 21 Juni
2012).
Dwiyanto, K. 2009. Keanekaragaman
Sumberdaya Hayati. Garaha Ilmu.Yogyakarta.
Fitriansyah, Bagus. 2012. Ilmu Pemuliaan Ternak.
http://fitriansyah/blogspot.com/ilmupemuliaanternak. (Diakses Pada
21 Juni 2012).
Hintono,
A. 1995. Dasar-dasar Ilmu Telur.
Universitas Diponegoro Press.
Semarang.
Kurnianto, Edy. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha ilmu.
Yogyakarta.
Noor, R.R. 2004. Genetika Ternak. Penebar swadaya.
Jakarta.
Pai, Anna C. 1985. Dasar – Dasar Genetika. Erlangga.
Jakarta.
Rusfidra. 2012. Manfaat Heritabilitas Dalam Pemuliaan ternak.
http://rusfidra.multiply.com/journal/Heritabilitas.
(Diakses
Pada 21 Juni 2012).
Sudaryani,
T. 1996. Kualitas Telur. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Suprijatna. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tim Dosen. 2012. Penuntun Praktikum Genetika Dan Pemuliaan
Ternak.
Universitas Islam Negeri Alauddin. Makassar.
Yuwanta,
T. 2004. Dasar Ternak Unggas.
Kanisius.
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar